Cokrodikromo atau yang kita kenal dengan Mbah Demang yang nama kecilnya adalah Asrah. Pada saat beranjak dewasa, Asrah melakukan banyak “laku prihatin” diantaranya puasa, bertapa dan mandi setiap tanggal 7 sura (perhitungan jawa). Setelah melakukan laku prihatin tersebut, Asrah dikenal sakti dan bijak. Karena hal tersebut kemudian diangkat menjadi mandor perkebunan tebu. Kemudian dipercaya menjadi Demang pabrik Gula di daerah Demak Ijo lalu berganti nama Demang Cokrodikromo.
Dari riwayat singkat tersebut, keluarga / trah Cokrodikromo mengenang kebaikannya dengan kegiatan Kirab Suran Mbah Demang yang dilaksanakan Bulan Suro. Suro adalah bulan baru dalam penanggalan Jawa. Suran Mbah Demang dimulai pada malam hari, tanggal 7 Suro setiap tahunnya.
Selain trah, dalam perkembangannya sampai saat ini kegiatan Kirab Tradisi Adat Suran Mbah Demang dilakukan oleh Murdianto (Pemangku Adat) di Cokrowijayan dan Pemerintah Desa Banyuraden yang memberikan perhatian dan turut berperan aktif. Ribuan Peserta kirab berasal dari warga Banyuraden, bahkan ada yang turut serta dari Kajor dan Sumberan serta sekitar Desa Banyuraden. Dalam memeriahkan acara tersebut ada juga pasar malam di Lapangan Desa Banyuraden.